Selasa, 06 Desember 2011

Contoh Cerpen

Penantian yang Berujung Indah
Senja kian temaram, langit jingga di ufuk barat tak lama lagi akan berganti gelap. Burung-burung pun berangsur-angsur pulang kesarangnya. Aktivitas insan yang bernama manusia pun mulai berkurang. Tampak sebuah sosok yang sedang duduk di dermaga sambil mengayung-ayungkan kakinya yang hampir menyentuh air laut. Pandangannya jauh ke depan, tetapi tak melihat apa-apa, yang ada hanyalah bayangan orang itu yang telah mencabik-cabik kekokohan hatinya. Mengapa ia begitu mudah luluh hanya karena sorot mata yang berbinar, indah dan teduh itu. Padahal ia telah mematrikan dalam tekatnya tak ada cinta sebelum sukses dalam pendidikannya. Kini tekat itu hampir di khianatinya. Tapi apa daya rasa itu semakin mengganggu konsentrasinya. Ia mencoba untuk menepis rasa itu, entah karena apa sehingga lelaki itu memberikan pancaran yang begitu kuat, pancaran yang telah membolongkan hati Zarah.
Zarah adalah sosok gadis yang tidak ingin berurusan dengan virus yang banyak menjangkit para kaula muda, apalagi kalau bukan virus merah jambu itu. Virus yang bisa menerbangakan bahkan mematahkan setiap hati yang dijangkitinya. Ia bertekat untuk tidak mengenal cinta sebelum ia sukses. Tekat ini sudah ia tanamkan sejak mulai menginjak usia baligh.
Sejak pertemuaanya dengan Zul beberapa bulan yang lalu, perlahan-lahan pertahanannya mulai terkikis. Begitu pun dengan Zul, teman kelas Zarah di kelas XI IPA I di SMA 26 Jakarta.
Semenjak berada di kelas itu ia merasa ada kejanggalan, sepasang mata nampaknya sering mengawasi gerak-gerik Zarah. Dan sesekali Zarah mendapati mata itu sedang menatap kearahnya. Pertanyaan demi pertanyaan mulai muncul di benak Zarah. “Ada apa dengannya ? ada apa dengan Zul ?” pikir  Zarah.
Yah Zul, itu lah nama pemilik sepasang mata yang terkadang mengawasi Zarah. Zarah memang sudah akrab dengan teman-temannya di kelas, namun tidak untuk orang yang satu ini. Zul adalah sosok laki-laki yang agak pendiam, ia hanya akrab dengan teman sejenisnya. Dan dengar-dengar dari temannya, Zul adalah salah seorang laki-laki yang anti dengan kata “PACARAN”.
Namun seiring bergulirnya waktu, mereka mulai akrab namun hanya melalui via SMS, tidak untuk di kehidupan nyata. Setiap bertemu mereka tidak saling menyapa, sepertinya ada dinding tinggi yang menjadi pembatas antara mereka. Begitulah yang mereka lalui setiap harinya. Entah apa yang terjadi dengan mereka berdua. Hari demi hari mereka lalui, mereka semakin dekat dan memutuskan untuk jadi sahabat. Tapi mereka tetap menjaga jarak.
Namun perasaan itu tak sanggup ia tahan, Zarah merasa ada yang aneh pada dirinya. Yah, virus itu mulai menjangkitinya sebelum ia siap. Ia mulai gelisah, ia tak mampu membendung rasa yang ia pendam. Prinsip yang ia tanamkan mulai layu, Pancaran mata Zul telah membius hati wanita berjilbab ini.
“apakah dia memiliki rasa yang sama ? mana tanda-tandanya ? tidak ada. Ayolah Zarah, dia hanya menganggap mu sebagai seorang sahabat. Tidak lebih dan tidak akan pernah lebih”. Itu lah kata-kata yang selalu Zarah ucakan dikala hatinya berada diujung kegelisahan.
Begitulah Zul, ia mampu menyembunyikan rapat-rapat rahasia hatinya. Rahasia perasaannya kepada Zarah. Ternyata ia telah memendam rasa kepada gadis itu sejak mereka di pertemukan di kelas itu. Namun sama halnya dengan Zarah, ia terikat oleh suatu prinsip yang telah ia genggam selama ini.
Persamaan prinsip keduanya membuat mereka terjebak, mereka tidak tau harus berbuat apa. Semakin mereka memendam rasa itu, semakin sakit yang akan mereka rasakan. Namun apa daya, itulah yang harus mereka hadapi. Hari-hari mereka lalui dengan kegelisahan, rasa saling ingin memiliki itu pun semakin kuat dan semakin menyiksa mereka berdua.
Hingga suatu hari Zul sudah tak kuasa menahan rasanya, rasa takut akan jauh dan kehilangan Zarah selalu menghantuinya. Tanda-tanda itu pun mulai diperlihatkannya, perhatian demi perhatian ia tunjukkan kepada Zarah. Zarah merasa sangat senang, namun ia selalu teringat akan prinsip yang ia pegang. Itu sangat membuatnya tersiksa.
haruskah saya menebang prinsip yang telah lama saya tanam ? dan akan kah dia mencabut pertahanannya ? ya Allah sungguh hambah tak kuasa menghadapi kegundahan ini, berikan petunjuk mu ya Allah” pinta Zarah dalam doanya.
Keadaan ini membuat Zarah benar-benar dilema, hingga membuat konsentrasi belajarnya terganggu. Sosok itu selalu menghantuinya, virus itu benar-benar menyerang hatinya. Begitu pula yang dialami Zul.
Hingga suatu ketika tanpa sadar Zul mengungkapkan perasaannya kepada Zarah, Zarah terpaku seketika. “ada apa ini ? Zul kah ini ?” pikir Zarah. Dia betul-betul tidak percaya bahwa hal ini akan terjadi.
“Zarah, mungkin ini akan sangat sulit untuk dipercaya. Namun inilah saya, inilah perasaan saya”
“tapi bagaimana dengan prinsipmu ?”
“entahlah, tapi saya tidak ingin orang beranggapan bahwa saya adalah orang yang lemah  pendirian”
“biarkan ini mengalir apa adanya, serahkan semuanya kepada Allah. Biarkan prinsip mu berdirih kokoh, dan biarkan prinsipku tetap tumbuh subur. Biarkan Allah yang menjaga hati kita.”
“iya Zarah, saya akan tetap menjaga rasa ini untukmu.”
“terima kasih Zul”
Lega, mungkin itulah yang mereka rasakan saat ini. Perasaan yang mereka pendam telah terkuak. Mereka sudah saling mengetahui perasaan satu sama lain dan berkomitmen untuk tetap menjaga rasa itu sampai mereka sukses, sehingga tak harus ada prinsip yang dilanggar.
Hari-hari disekolah mereka lalui seperti biasa, namun sekarang mereka akrab bukan hanya melalui via SMS saja tapi dilingkunagan nyata pun demikian.
“Menjalani hari-hari sebagai teman ? sahabat ? ataaau ? entahlah. Yang jelas ini lah kami, sepasang insan yang berusaha mempertahankan rasa ini hingga saatnya nanti dimana rasa ini akan indah pada waktunya”  gumam Zarah dalam hati.
Oleh Siti Zarah Humkaerah Latif